SEMARANG – Anggota Komisi C Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Semarang Suharsono mendorong pengembangan hutan mangrove di Kota Semarang.
Hutan mangrove tersebut berfungsi untuk pencegah abrasi dan juga berperan sebagai penyedia oksigen, dan objek wisata. Suharsono berharap pemerintah kota memiliki lahan konservasi di garis pantai. Panjang pantai Kota Semarang diketahui 36,6 kilometer.
Mencakup empat kecamatan di wilayah pesisir, yakni Kecamatan Tugu, Semarang Barat, Semarang Utara dan Kecamatan Genuk.
’’Harus mulai dikembangkan sekarang untuk hutan mangrove, karena Semarang kota pantai. Tujuannya selain menanggulangi abrasi juga berpotensi menjadi destinasi wisata,’’katanya, seperti dikutip dari laman Suara Merdeka, Kamis (17/10/2019).
Menurut Suharsono, pohon mangrove yang memiliki akar kokoh dianggap mampu melindungi dataran dari gelombang air laut. Sehingga fenomena abrasi dapat ditekan dan dampak yang ditimbulkan tidak makin meluas. Sejak satu dekade terakhir, luasan abrasi di Kota Semarang mengalami peningkatan. Kini luasnya mencapai 1.406 hektare.
Angka itu meningkat dibanding 2014 (1.281 hektare). Pada 2010 lalu, luas abrasi hanya 591 hektare dan dua tahun sebelumnya atau pada 2018 seluas 601 hektare. Kelurahan Mangunharjo di Kecamatan Tugu tercatat sebagai kelurahan terluas yang mengalami abrasi yakni seluas 248 hektare.
Sementara itu data dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jateng, menunjukkan luas hutan mangrove di Kota Semarang sekitar 96,4 hektare. Kecamatan pesisir yang mempunyai ekosistem mangrove paling luas yakni Kecamatan Tugu dengan 48,2 hektare.Setelah Tugu, diikuti Kecamatan Semarang Barat, Genuk dan Kecamatan Semarang Utara.
Pada sisi lain, mangrove yang tumbuh secara alami di wilayah pesisir Kota Semarang hampir tidak dapat ditemui. Berdasarkan catatan Dinas Lingkungan Hidup Kota Semarang, ekosistem mangrove di wilayah pesisir cukup memprihatinkan. Kondisi itu dipengaruhi oleh sejumlah faktor seperti alih fungsi lahan menjadi perumahan, tambak maupun industri.
Dalam jurnal ilmiah tentang pengelolaan hutan mangrove yang disusun Bekti Utomo dari Program Studi Ilmu Lingkungan Universitas Sebelas Maret Surakarta menerangkan, manfaat ekosistem mangrove di antaranya sebagai mitigasi bencana seperti peredam gelombang, pelindung pantai hingga gelombang air pasang.
Selain fungsi fisik, mangrove juga bermanfaat sebagai objek daya tarik wisata alam. Disebutkan, luas potensial hutan mangrove Indonesia 8,6 juta hektare, terdiri atas 3,8 juta hektare di kawasan hutan dan 4,8 juta hektare terdapat di luar kawasan hutan.
Dari sekian hektare yang terdapat di kawasan hutan, 44 persen atau 1,7 juta hektare di antaranya dalam keadaan rusak. “Sebagian besar kawasan mangrove berada dalam kondisi rusak, bahkan di beberapa daerah kondisinya memprihatinkan. Laju degradasi mangrove mencapai 160 ribu-200 ribu hektare per tahun,” sebutnya.