SEMARANG – Lagu ”Semarang kaline banjir” seolah menjadi gambaran ibu kota Jawa Tengah ini beberapa waktu lalu. Seolah sebutan kota rawan banjir begitu melekat dengan Kota Semarang saat musim hujan. Lalu, sampai kapan masalah banjir dapat dituntaskan.
Komisi C DPRD Kota Semarang yang membidangi masalah lingkungan meminta Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang agar mampu menuntaskan pekerjaan rumah dalam penanganan banjir dan rob di Kota Semarang sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Semarang 2021-2026.
Program penyelesaian persoalan banjir dan rob bisa dilakukan dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Mulai dari persoalan optimalisasi drainase, embung, normalisasi sejumlah sungai, penanganan penurunan permukaan tanah akibat pengambilan air bawah tanah yang tidak terkendali dan lain-lain.
“RPJMD 2021-2026, harapannya semua persoalan banjir di Kota Semarang bisa diatasi dengan baik,” ungkap Wakil Ketua Komisi C DPRD Kota Semarang Suharsono, Minggu (07/03/2021).
Dikatakan, mengenai penanganan banjir di Kota Semarang ada dua hal, yakni program jangka pendek adalah optimalisasi saluran yang tidak mampu menampung volume air dan penambahan pompa.
“Saluran tidak mampu menampung air, sehingga air melimpas ke daratan. Kerja pompa sejauh ini kurang maksimal, sehingga perlu dilakukan penambahan pompa di beberapa titik,” katanya.
Hal yang perlu kembali diingatkan dalam penanganan banjir ini, kata Suharsono, wilayah Kota Semarang terbagi dua yakni wilayah dataran tinggi dan dataran rendah atau Semarang atas dan Semarang bawah. Sehingga penanganan banjir agar tidak hanya terfokus di hilir saja, namun juga harus memperhatikan penanganan di wilayah hulu.
“Di wilayah dataran tinggi merupakan daerah resapan. Banyak bangunan perumahan, kebun -kebun menjadi perumahan, sehingga air seharusnya bisa meresap ke tanah di wilayah resapan, tapi karena dicor jadi rumah, maka air turun ke jalan,” katanya.
Artinya, Peraturan Daerah (Perda) Kota Semarang Nomor 14 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Semarang Tahun 2011-2031 harus ditegakkan.
“Sebetulnya, wilayah konservasi dan wilayah pengembangan sudah diatur. Daerah resapan seperti wilayah Ngaliyan, Mijen, Gunungpati dan lain-lain harus dipertahankan,” katanya.
Harbour Tol
Pembangunan Halbour Tol Semarang sekaligus tanggul laut, lanjut dia, termasuk kelanjutan normalisasi Banjir Kanal Timur (BKT), Kali Tenggang, Babon, Sringin dan lain-lain, juga menjadi bagian program penyelesaian banjir jangka panjang di Kota Semarang.
“Semua pembangunan tersebut menjadi satu bagian penanganan banjir di Kota Semarang. Apabila semua sudah selesai, saya yakin permasalahan banjir di Kota Semarang akan berkurang secara signifikan,” tutur Suharsono.
Sesuai RPJMD 2016-2021, lanjut Suharsono, dari indikator luasan banjir 40 persen di Kota Semarang, sebetulnya telah mengalami penurunan menjadi 10 persen. Penurunan tersebut signifikan.
“Namun pada awal 2021 ini terjadi fenomena cuaca ekstrem yang terjadi dalam kurun waktu 50 tahunan, maka kondisi persentase penanganan banjir sesuai RPJMD 2016-2021 itu ya kembali naik lagi,” katanya.
Lebih lanjut, sedikitnya ada tiga indikator dalam penanganan banjir. Pertama, luas genangan, kedua, tinggi genangan dan ketiga, lama genangan.
“Banjir pada 6-7 Februari 2021 lalu, ada sejumlah kelurahan di Kota Semarang yang hingga delapan hari tergenang. Luas genangan mencapai delapan kecamatan. Tinggi genangan paling parah mencapai 150 cm atau hingga dada orang dewasa, yakni di Wonosari Mangkang. Ini menjadi permasalahan serius yang harus segera ditangani,” katanya.
Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi sebelumnya mengatakan, pembangunan Harbour Tol Semarang saat ini sedang berjalan di wilayah Demak.
“Info dari kementerian, tahun ini masuk pengerjaan di wilayah Semarang. Mudah-mudahan segera berjalan,” ujarnya.
Harbour Tol, lanjut dia, selain bertujuan untuk memecah keramaian lalu-lintas, juga untuk mengatasi banjir dan abrasi. (subagyo-SS)
Sumber: Semarang Sekarang