Pojok Fraksi

Atasi Persoalan Air Tanah di Kota Semarang, ini Solusi yang Ditawarkan PKS

SEMARANG – Sejumlah daerah di Kota Semarang diidentifikasi sebagai zona merah atau wilayah yang perlu pembatasan terkait aktivitas pengambilan air tanah.

Anggota DPRD Kota Semarang dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Suharsono menyebut, ada sekitar tujuh wilayah di Kota Semarang yang tidak dibolehkan adanya pengeboran tanah untuk air sumur bor maupun air artesis.

Daerah zona merah itu di antaranya wilayah pesisir seperti Semarang bagian utara, sebagian daerah di Kecamatan Tugu, Genuk, Semarang Barat dan sebagian wilayah Gayamsari. Pemerintah diminta tegas menolak permohonan perizinan untuk aktivitas pengambilan air tanah di wilayah-wilayah tersebut.

”Pengambilan air tanah mempercepat penurunan muka tanah, sehingga memang perlu upaya untuk menanggulangi, salah satunya dengan membatasi pengambilan air tanah,” kata Suharsono, seperti dikutip dari laman Suara Merdeka, Senin (9/9/2019).

Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah (SLDH) Dinas Lingkungan Hidup Kota Semarang menunjukkan, penurunan muka tanah per tahun antara 1-11 sentimeter.

Wilayah terdampak salah satunya di Semarang Utara dengan luas 1.140 hektare. Sekitar 384 hektare di antaranya terjadi di Kelurahan Tanjungmas atau yang terluas dibanding kelurahan lain yang ada di kecamatan ini.

Menurut dia, upaya meminimalisasi pengambilan air tanah melalui sumur bor harus diimbangi dengan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM). Langkah ini diperlukan untuk mencukupi kebutuhan warga akan air bersih, terutama pada daerah- daerah yang selama ini belum terlayani oleh PDAM.

”Sekarang masih dikembangkan penyediaan SPAM di Semarang Barat, Pudakpayung dan Mijen. Paling tidak diperkirakan pada 2021 mendatang seiring rampungnya proyek itu, 80 persen masyarakat di kota ini sudah teraliri air bersih,” jelasnya.

Harus Ditangani Serius

Dia menilai, pada jangka waktu tertentu seluruh wilayah Semarang sudah tidak dibolehkan lagi ada aktivitas pengambilan air tanah. Persoalan lingkungan apapun, tandas dia, harus serius ditangani mulai dari sekarang.

”Paling tidak mulai lima tahun ke depan harus nol aktivitas pengambilan air tanah. Jadi tidak sekadar boleh atau tidak boleh, tetapi perlu memikirkan ke depan,”imbuh politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.

Sementara itu, bisnis penyediaan air bersih melalui pengeboran, baik oleh perusahaan maupun perorangan sudah diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Jawa Tengah Nomor 3 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Air Tanah.

Pada bab perizinan dalam Perda ini mengklasifikasikan perusahaan pengeboran air berdasarkan diameter sumur dan tingkat kedalaman yang dikerjakan. Perda yang sama juga menjelaskan mengenai pemakaian air tanah yang diperbolehkan tanpa memerlukan izin. Pertama penggunaan air tanah dari sumur bor berdiameter kurang dari dua inci.

Kemudian, penggunaan air tanah dengan menggunakan tenaga manusia dari sumur gali dan penggunaan air tanah kurang dari sembilan meter kubik per hari dengan tidak menggunakan sistem distribusi terpusat. Lalu yang terakhir sumur berada di areal pertanian dengan pemakaian tidak lebih dari dua liter per detik.

Sumber: Suara Merdeka